Selasa, 30 April 2019

Menyelami Dunia Fotografi Bersama Arbain Rambey dan Darwis Triadi


Dua Pembicara di Pekan Raya Jurnalistik
Esaunggul.ac.id, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Jurnalistik universitas Esa Unggul menggelar acara seminar dan Workshop bertajuk “Fotografi antara Hobi dan Profesi di Era 4.0.” Acara ini merupakan bagian dari Pekan Raya Jurnalistik yang digelar sebagai salah satu agenda tahunan. Dalam seminar dan workshop tersebut dua pembicara yang berkompeten dihadirkan mereka adalah Fotografer Profesional, Darwis Triadi dan Arbain Rambey.
Fotografi itu melukis dengan Cahaya
Dalam materinya Darwis triadi mengatakan kunci dari setiap foto yang baik ialah dapat memanfaatkan cahaya. Cahaya menjadi hal vital dalam seni fotografi, jika cahaya yang didapatkan buruk maka hasil dari sebuah foto akan berpengaruh besar.
“Cahaya merupakan faktor penentu yang sangat penting bagi baik tidaknya sebuah Foto, selain itu kerjakanlah Profesi kalian dengan menggunakan hati bukan hanya otak. Karena di zaman digital ini, yang tidak tergantikan ialah pekerjaan yang hanya bisa dilakukan dengan kreativitas emosi dan perasaan,” ujarnya
Darwis Triadi
Bahkan, lanjut darwis memaksimalkan cahaya lebih penting ketimbang kecanggihan kamera yang digunakan. Karena menurutnya kamera hanya pendukung, namun kreativitas dan improvisasi pada orang yang berada di belakang kamera lebih penting. Tentunya harus mampu memaksimalkan cahaya.
Dirinya pun berharap, mahasiswa esa unggul dapat konsisten dalam mengejar passionnya terutama di bidang fotografi. Karena di era saat ini, profesi sebagai fotografer dapat menghasilkan dan menghidupi. Tentunya hal itu tidak didapatkan dengan mudah, harus melalui perjuangan serta jam terbang yang sangat banyak.
Jadi Jurnalis Foto Itu Berat
Arbain Rambey
Sementara itu, pembicara kedua yakni Arbain Rambey, menjadi seorang jurnalis apalagi jurnalis foto bukanlah pekerjaan yang muda. Terdapat sejumlah elemen yang harus dikuasai oleh seorang fotografer jurnalistik dalam melakukan pekerjaanya.
Pertama, seorang fotografer jurnalistik harus menguasai teknik fotografi, Arbain melanjutkan Teknik di sini ialah hal mendasar yang dimiliki oleh fotografer, bagaimana memainkan iso, mengubah shutter speed, teknik rule of Third dan teknik lainnya. Kedua, seorang fotografer jurnalistik harus dapat mengatur posisi. Ketiga harus menguasai komposisi foto dan Keempat harus menguasai momen.
Dari keempat elemen yang harus dikuasai oleh seorang fotografer Jurnalistik, elemen teknik merupkan hal yang paling mudah dimiliki karena dapat diajarkan. Sementara 3 elemen lainnya, seorang fotografer jurnalistik hanya dapat menguasainya lewat pengalaman dan jam terbang.
“Saya sarankan kalian tidak terpaku pada elemen teknik, karena teknik Fotografi dapat diajarkan dalam waktu singkat, jika kalian hanya berkutat pada teknik saja kalian akan tertinggal jauh untuk melakukan tiga elemen lainya. Jadi jam terbang itu sangat penting,” ucapnya.
Dirinya pun berpesan kepada mahasiswa Esa Unggul yang ingin berprofesi sebagai fotografer jurnalistik agar menjadikan profesi sebagai tempat mengabdi dan meningkatkan skill. Salah jika ingin terjun di dunia jurnalistik untuk mendapatkan uang. Karena profesi jurnalis merupakan profesi yang harus memiliki jiwa kuat, keteguhan hati serta kesabaraan.
“Kunci menjadi seorangt Fotografer di era saat ini ialah lakukanlah segala profesi kalian dengan keuletan dan kesabaran. Karena bertahan menjadi fotografer itu diperlukan mental yang sangat besar agar tidak mudah goyang dalam mengejar tujuan,” tutupnya.

Senin, 08 April 2019

Begini Keseruan Mahasiswa UEU Ikuti KKN Tematik di Sambas, Kalimantan Barat


Mahasiswa Esa Unggul yang melakukan KKN
Esaunggul.ac.id, Universitas Esa Unggul mengirimkan enam mahasiswanya untuk mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik II yang diselenggarakan oleh Kementerian Riset dan Teknologi. KKN Tematik ini digelar di Sambas, Kalimantan Barat mulai tanggal 11 hingga 24 Maret 2019. Dalam KKN ini, Enam mahasiswa UEU didampangi oleh tiga Dosen pembimbing dari Universitas Esa Unggul.
Salah satu dosen pendamping yakni Elistia, SE, MM mengatakan selama kurang lebih dua minggu para mahasiswa UEU akan bergabung bersama 250 peserta KKN dari berbagai kampus untuk menjalankan sejumlah program KKN yang bertempat di empat kecamatan di Kabupaten Sambas, Kalbar.
“Mahasiswa UEU sangat antusias sekali mengikuti KKN Tematik II ini, karena pengalaman baru mereka. Apalagi, mereka mengunjungi daerah yang kebanyakan belum terjamah oleh mereka, dan yang paling berkesan ialah mereka berangkat dari Jakarta menggunakan Pesawat Hercules yang sering digunakan oleh Tentara untuk beroperasi,” Ujar Elistia di Universitas Esa Unggul, beberapa waktu yang lalu.
Suasana Saat KKN Tematik
Dirinya pun menjelaskan tedapat tiga program utama yang akan dilakukan selama KKN Tematik diantaranya Bidang Kesehatan, Bidang Pendidikan, dan Bidang Industri Kreatif. Dalam Program di bidang kesehatan kami melakukan kegiatan pemeriksaan gigi,Penyuluhan kebiasaan mencuci tangan, perilaku hidup bersih dan sehat, penyuluhan Generasi Berencana, penanggulangan Narkoba dan Pemeriksaan Mata.
“Pada bidang Pendidikan kami melakukan Education Support, Konseling , Motivasi, Perbaikan Sarana Pendidikan. Sementara di bidang Industri Kreatif terdapat Pelatihan pola pikir kewirausahaan sederhana, Pelatihan pengembangan kemasan dan pemasaran produk, Pelatihan pengolahan pangan higienis dan Pengembangan Bidang Pariwisata,” Terangnya.
Tia berharap mahasiswa UEU dapat kembali berkesempatan untuk mengikuti kegaiatan KKN Tematik, selain menambah pengalaman, mereka pun dapat mempraktekan pelajaran yang telah mereka dapatkan selama berkuliah. “mudah-mudahan kegaiatan ini dapat bermanfaat bukan hanya bagi masyarakat di daerah KKN namun untuk para mahasiswa yang melaksanakan KKN,” tutupnya.

Senin, 30 Desember 2013

Beasiswa Unggulan 100% – Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana (S1) Universitas Esa Unggul Tahun 2014

http://www.esaunggul.ac.id/news/beasiswa-unggulan-100-penerimaan-mahasiswa-baru-universitas-esa-unggul-tahun-2014/

Share
Beasiswa Penuh Unggulan 100% – Penerimaan Mahasiswa Baru Universitas Esa Unggul Tahun 2014
Beasiswa diberikan kepada 200 orang lulusan SLTA/sederajat Tahun 2014, dengan persyaratan :
  •     Nilai rata-rata 8,00 (semester I s/d IV)
  •     Memiliki prestasi tingkat kabupaten/kotamadya/provinsi/nasional
  •     Nilai rata-rata UAN min. 7,5 (menyusul setelah UAN)
  •     Siap dan bersedia menerima Beasiswa Unggulan (dual degree ke luar negeri)
  •     Pendaftaran Beasiswa s/d Januari 2014.
Download
Formulir Beasiswa setelah diisi dengan lengkap dan benar beserta dokumen pendukung, silahkan kirimkan ke :
Humas Universitas Esa Unggul
Jl. Arjuna Utara No. 9
Tol Tomang Kebon Jeruk, Jakarta Barat, 11510
Informasi Beasiswa dan Formulir Pendaftaran Beasiswa dapat di unduh/download di www.esaunggul.ac.id atau kirimkan request Anda melalui email ke pmb@esaunggul.ac.id

Rabu, 19 Desember 2012

Universitas Esa Unggul menjadi Pemenang Perguruan Tinggi Swasta Unggulan 2012 – Kopertis Wilayah III Jakarta bidang Akselerasi Program Peningkatan Mutu



Selamat kepada Universitas Esa Unggul sebagai Pemenang Perguruan Tinggi Swasta Unggulan 2012 di Bidang Akselerasi Program Peningkatan Mutu – Kopertis Wilayah III Jakarta
piala PTS unggulan 2012
Download Pemilihan PTS Unggulan 2012.ppt

Keunggulan generik universitas terpilih
  • Kejelasan arah pengembangan dan tahapannya
  • Menerapkan harmonisasi sistem sentralisasi administrasi/operasional dan desentralisasi akademik
  • Didukung sepenuhnya dengan pemanfaatan sistem informasi dan teknologi untuk kecepatan layanan dan efisisen
  • Paper-less services

4 Perguruan Tinggi Swasta
Akselerasi Program Peningkatan Mutu
  • Agresif dalam memfokus kepada program-program studi keahlian spesifik (profesional) yang langka, untuk percepatan daya serap lulusan di pasar kerja
  • Didukung tim pengajar perpaduan yang kuat antara akademisi, praktisi (profesional), dan birokrat
  • Menerapkan sistem pengajaran  berbasis IT dari awal sampai akhir proses pembelajaran secara on-line
  • Memperkaya dengan sekitar 20 jenis soft-skills yang relevan dengan kebutuhan pasar
  • Diterapkannya sistem insentive dan disinsentive berbasis capaian kinerja dosen dalam struktur remunerasi
  • Luasnya kerjasama dengan dunia industri dan dunia kerja
  • Mempunyai potensi berkembang cepat

More News 

Senin, 17 Desember 2012

Penandatanganan Nota Kesepahaman Bidang Pencegahan dan Penindakan Penggunaan Narkotika,Minuman Keras serta Judi di Lingkungan Kampus antara Universitas Esa Unggul dan Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Barat

Pada Hari Kamis 06 Desember 2012 Bertempat di Ruang 207-208 Universitas Esa Unggul (UEU), telah dilakukan penandatanganan Nota Kesepahaman antara UEU dan Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Barat tentang Kerjasama di Bidang Pencegahan dan Penindakan Penggunaan Narkotika, Minuman Keras serta Judi di Lingkungan Kampus.
Penandatanganan dilakukan langsung oleh Rektor Universitas Esa Unggul, Bapak Dr. Ir. Arief Kusuma AP., MBA dihadiri oleh Civitas Akademika UEU, Kepolisian Resort Metropolitan Jakarta Barat, Badan Narkotika Nasional (BNN) serta para orang tua mahasiswa dan undangan. Dalam sambutannya Bapak Dr. Arief Kusuma menyampaikan bahwa UEU terus berupaya dan berbenah diri dalam menciptakan suasana kehidupan yang harmonis dan kondusif dilingkungan UEU dan tak akan pernah mentolerir bagi berkembang dan masuknya narkoba, minuman keras dan judi di lingkungan kampus.
Penandatangan tersebut sekaligus mempertegas sikap dan komitmen UEU bahwa narkotika adalah barang haram dan mematikan yang perlu dicegah sedini mungkin, upaya ini tentu perlu didukung oleh semua pihak dengan melibatkan berbagai unsur terkait dengan bekerjasama secara aktif guna menangkal masuk dan berkembangnya narkoba, minuman keras dan judi di kampus. Dalam sambutannya Kepolisian Resort Metropolitan Jakarta Barat, yang diwakili Ajun Komisaris Besar Polisi Gembong Yudha SP, SH selaku Kasat Resnarkoba Polres Jakarta Barat menyambut baik kerjasama ini dan siap secara bersama-sama menciptakan UEU sebagai kampus yang bersih, sehat dan kondusif bagi terselenggaranya proses belajar mengajar dan terhindar dari segala bentuk perbuatan yang dapat mengarah pada rusaknya sendi-sendi moral maupun tata kelola kehidupan masyarakat kampus yang harmonis.
Penandatanganan ini juga seolah menjadi sebuah angin segar bari para Civitas Akademika UEU, para orang tua dan masyarakat ditengah semakin tingginya kekhawatiran public dengan merebaknya pemakaian dan peredaran gelap narkoba, judi dan minuman keras di kampus. Demi keselamatan kita bersama, katakan tidak pada Narkoba, demikian yang disampaikan oleh Bapak David Hutapea dari BNN yang berkesempatan hadir pada acara ini dan siap mendukung UEU mencegah masuknya narkotika di kampus.


More News

Sabtu, 15 Desember 2012

Workshop & Seminar dan Contest Blog – HIMMA Fasilkom Eksekutif Universitas Esa Unggul


Dalam rangka memperingati Human Rights Day 2012, HIMMA Fasilkom eksekutif Universitas Esa Unggul menyelenggarakan Workshop & Seminar dan Contest Blog dengan tema Kau Sahabat dan Saudaraku”

Workshop & Seminar
Jumat, 21 Desember 2012, Jam 14.00 WIB – Selesai
Ruang 811, Lantai 8 Universitas Esa Unggul
Pembicara  : Enda Nasution ( Bapak Blogger Indonesia)

Contest Blog
Sabtu, 26 Januari 2013, Jam 09.00 WIB – 14.00 WIB
Ruang 811, Lantai 8 Universitas Esa Unggul

HADIAH :
  • Juara 1   :  Laptop
  • Juara 2   :  Netbook
  • Juara 3   :  Tablet PC
Pendaftaran :
Mahasiswa Esa Unggul  Rp. 50.000,-
Umum  Rp. 75.000,-
Salman – 089601457222
Lidya – 085715566479
Fardian – 089635920035

Note :
Untuk mengikuti Workshop ini tidak wajib mengikuti lomba, tetapi yang mengikuti lomba wajib untuk mengikuti workshop

Kata Kunci : universitas , contest , blog 

More News 

Kamis, 13 Desember 2012

Jurnalisme Berperspektif Gender

 
Dra. Sarah Santi
Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Esa Unggul, Jakarta

Persoalan perempuan di media massa menyangkut tiga hal, yaitu gambaran atau representasi wajah perempuan yang tidak menyenangkan, keterlibatan perempuan dalam sturktur organisasi media yang belum berimbang dibandingkan dengan laki-laki, dan isi pemberitaan yang tidak sensitif dengan persoalan-persoalan perempuan. Untuk itu, diperlukan jurnalisme yang berpihak pada perempuan, yang dikenal dengan jurnalisme berperspektif gender.
Berbicara soal perempuan dan media massa, pada dasarnya kita berbicara tentang tiga hal. Pertama adalah representasi perempuan dalam media massa, baik media cetak, media elektronik, maupun berbagai bentuk multi media. Sejauh ini media massa masih menjadikan perempuan sebagai obyek, baik di dalam pemberitaan, iklan komersial  maupun program acara hiburannya seperti sinetron. Wajah perempuan dalam pemberitaan cenderung meng-gambarkan perempuan sebagai korban, pihak yang lemah, tak berdaya, atau menjadi korban kriminalitas karena sikapnya yang “mengundang” atau memancing terjadinya kriminalitas, atau sebagai obyek seksual. Sementara perempuan dalam iklan tampil lebih sering sebagai potongan-potongan tubuh yang dikomersialisasi karena keindahan tubuhnya atau kecantikan wajahnya. Wajah perempuan dalam program acara hiburan seperti sinetron juga menyudutkan perempuan. Penggambaran dalam cerita-ceritanya seringkali sangat stereotipe. Perempuan digambarkan tak berdaya, lemah, membutuhkan perlindungan, korban kekerasan dalam rumah tangga, kompe-tensinya pada wilayah domestik saja. Atau, justru perempuan yang galak, tidak masuk akal, “murahan” dan bahkan pelacur, bukan perem-puan baik-baik, pemboros, dan sebagainya.
Kedua, persoalan perempuan justru ter-letak pada masih sedikitnya perempuan yang terlibat dalam kerja jurnalistik karena memang selama ini kerja jurnalistik dianggap sebagai wilayah kaum pria. Meski demikian, dari tahun ke tahun jumlah perempuan yang berprofesi sebagai jurnalis meningkat. Di negara-negara maju, komposisi jurnalis perempuan mencapai 30% – 40% (Jurnal Perempuan, 2003). Sementara, dalam tulisan Bettina Peters yang dikutip oleh Jurnal Perempuan (2003) menguraikan bahwa Interna-tional Federation for Journalist (IFJ) pernah melaku-kan penelitian di 39 negara dan mendapatkan data bahwa prosentase rata-rata dari jurnalis perempuan adalah 38%.  Di Indonesia, berdasar-kan data Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, diperkirakan dari 100.00 jurnalis yang ada, 17% nya dalam perempuan (Venny, 2005).
Meski demikian peningkatan ini perlu dicermati karena keterlibatan para perempuan dalam dunia jurnalistik dan media tidak berarti mereka juga punya kontribusi besar dalam menentukan isu-isu yang harus diangkat dengan sudut pandang para perempuan. Ternyata, jumlah perempuan yang duduk dalam struktur media di tingkat pengambil keputusan tetap masih terbatas. Prosentase perempuan sebagai editor, kepala bidang atau departemen, dan pemilik media hanya berkisar 0,6% saja (Venny, 2005). Keterbatasan ini membawa kita pada persoalan ketiga ketika bicara tentang perempuan dan media massa.
Hal ketiga itu adalah persoalan sejauh mana para pengambil keputusan dalam media massa memiliki sensitivitas gender dalam menen-tukan isu pemberitaan. Hal ini terkait dengan kepentingan kekuasaan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar. Sayangnya, karena tidak memiliki perspektif gender, media massa sering-kali abai pada isu-isu perempuan dan persoalan gender. Pada akhirnya, representasi perempuan yang ditampilkan dalam media massa semakin memarjinalkan dan mensubordinasi para perem-puan.
Ketiga permasalahan di atas membawa kita lebih jauh pada satu pertanyaan: apakah kerja dan hasil kerja jurnalisme harus bebas nilai? Atau justru harus berpihak pada perempuan?
Jurnalisme dan Perspektif Gender
Para feminis meyakini bahwa media harus berperan dalam menciptakan kesetaraan dan keadilan gender. Karenanya, sebenarnya diper-lukan jurnalisme yang memiliki sudut pandang perempuan, yang dikenal dengan istilah jurna-lisme berperspektif gender. Nur Iman Subono mencoba mendefinisikan jurnalisme berpers-pektif gender dengan mengatakan bahwa itu merupakan: “…kegiatan atau praktek jurnalistik yang selalu menginformasikan atau bahkan mem-permasalahkan dan menggugat terus menerus, baik dalam media cetak (seperti dalam majalah, surat kabar, dan tabloid) maupun media elek-tronik (seperti dalam televisi dan radio) adanya hubungan yang tidak setara atau ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan, keyakinan jender yang menyudutkan perempuan atau representasi perempuan yang sangat bias jender” (Subono, 2003).
Dengan mengutip May Lan, Subono pun masih mencoba menambahkan pemahaman tentang jurnalisme berperspektif gender. Yaitu praktik jurnalisme yang berupaya untuk  menye-barkan ide-ide mengenai kesetaraan dan keadilan  gender antara laki-laki dan perempuan melalui media.
Dalam tulisannya, Subono berusaha lebih jauh mencoba menunjukkan dua pendekatan kerja jurnalisme, yaitu jurnalisme yang memiliki sensitivitas gender dan jurnalisme yang tidak memiliki sensitivitas gender atau yang disebut sebagai jurnalisme netral gender. Ia memodifikasi sebuah model dari bukunya Eriyanto dimana model tersebut menyebutkan 4 tolok ukur untuk melihat apakah sebuah media melakukan kerja jurnalistik yang netral gender atau berperspektif gender, yang dapat dilihat dalam Tabel 1.  Keempat hal yang dapat dijadikan acuan itu adalah bagaimana media melihat fakta, bagaimana media itu sendiri berusaha memosisikan dirinya diantara berbagai kelompok kepentingan dan akses atas media, bagaimana jurnalis media itu sendiri mengambil posisi dan perannya dalam kerja di media, dan terakhir adalah bagaimana ketiga acuan pertama di atas menjadi dasar meng-olah hasil peliputan dan tampil dalam pem-beritaan. Jika media massa itu memiliki keber-pihakan, maka tampilan hasil peliputan atau pemberitaan memang secara tegas memiliki pers-pektif tersendiri, sementara jika netral gender, maka isi pemberitaan tidak memiliki sudut pan-dang atau perspektif tertentu atas sebuah per-soalan yang memihak kepada perempuan.

Representasi, Partisipasi, dan Akses Perempuan dalam Media
Persoalan representasi perempuan di me-dia, pemberitaan yang memiliki sensitivitas gender, dan jurnalisme yang memiliki keber-pihakan seperti yang terurai di atas pada dasarnya bermuara pada sejauh mana akses perempuan pada media massa. Hal itu masih menjadi per-soalan tersendiri.
Konferensi Tingkat Dunia tentang Pe-rempuan IV di Beijing, China pada tahun 1995 berhasil merumuskan rekomendasi 12 bidang kritis sebagai sasaran-sasaran strategis yang harus dipenuhi Negara. Isi dari rekomendasi yang disebut dengan Deklarasi Beijing dan Landasan Aksi (Beijing Platform for Action) itu antara lain adalah mencapai sasaran strategis bagi perempuan di media massa.  Ada dua sasaran strategis me-nyangkut perempuan dan media massa, yaitu :
  • meningkatkan partisipasi dan kesempatan perempuan untuk berekspresi dan mengambil keputusan di dalam dan melalui media massa serta teknologi-teknologi komunikasi yang baru
  • memajukan gambaran-gambaran yang seim-bang dan tidak klise tentang perempuan dalam media. (Lembar Info Edisi 25, http://www/lbh-apik.or.id/fac-25.tm, diakses 31 Oktober 2006)
Perempuan dan media massa menjadi salah satu dari 12 bidang sasaran strategis BPFA+10 itu dikarenakan pada kenyataannya  identitas dan representasi perempuan di media massa masih menunjukkan kuatnya stereotipe terhadap perem-puan akibat budaya partriakhal selain juga perem-puan sebagai obyek di media massa. Di sisi lain, media massa memang memiliki peranan yang besar dalam mengkonstruksi masyarakat sehingga gambaran tentang perempuan yang muncul di media jika tidak dikritisi akan dianggap natural, wajar, dan bahkan begitulah adanya.

Padahal, jika saja akses perempuan terhadap media tidak terbatas, banyak yang bisa dilakukan oleh mereka yang kritis terhadap identitas dan representasi perempuan dalam media. Keter-batasan akses itu  membuat perempuan menjadi terpinggirkan. Wajah perempuan yang sesung-guhnya tidak tampak dan suara perempuan tidak terdengar karena  terhegemoni oleh kekuasaan dan kepentingan ekonomi yang berbalut nilai-nilai patriarkhal.
Sebuah organisasi non-pemerintah yaitu Indo-nesian NGO Forum on BPFA+10 mengidenti-fikasi hambatan-hambatan perempuan dalam media massa didalam laporan mereka tentang pelaksanaan BPFA+10 itu. Hambatan-hambatan itu adalah sebagai berikut (Achmad, 2005). Pertama, citra perempuan yang tampil dalam iklan-iklan masih seputar kegiatan domestik dan kecantikan. Kedua, program acara televisi juga memberi kontribusi negatif terhadap citra perempuan. Perempuan jarang digambarkan sebagai sosok yang independen, berani dan ter-pelajar dalam sinetron-sinetron televisi. Ketiga, hanya sedikit program acara TV dan radio yang memberdayakan perempuan. Kalaupun perem-puan tampil dalam program acara TV dan radio, lebih mengarah pada kegiatan masak-memasak atau personal grooming. Keempat, media memperlakukan perempuan lebih sebagai obyek yang dieksploitasi, sehingga tubuh perempuan tampil dalam iklan-iklan yang tidak ada hubu-ngannya dengan produk yang diiklankan. Begitu juga pemberitaan-pemberitaan yang tidak sensitif terhadap gender. Hal ini menyebabkan adanya kesenjangan yang besar dalam hal pemahaman dan kesadaran gender. Kelima, bahasa pun kemudian mengkonstruksi stereotipe citra perem-puan di media. Yang terjadi kemudian adalah kerja jurnalistik, melalui bahasa dan pilihan katanya, menampilkan berita-berita kriminalitas yang membuat perempuan menjadi korban berkali-kali dan bukannya memberitakan adanya pelanggaran hak terhadap perempuan. Keenam, tidak adanya program khusus dari pemerintah untuk memperkenalkan dan mempromosikan konsep-konsep kesetaraan dan keadilan gender di media massa. Ketujuh, pemerintah masih belum bisa merevisi sumber hukum yang sangat bias gender yaitu UU Perkawinan No. 1 tahun 1974. Isi undang-undang itu sangat bertentangan dengan CEDAW yang merupakan sebuah konvensi internasional untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Kedelapan, perempuan tidak bisa menggunakan pengaruhnya dalam menentukan isi media dan kebijakan-kebijakannya dikarenakan hanya sedikit perempuan yang berada dalam posisi pengambil keputusan di media.
Berangkat dari argumentasi-argumentasi di ataslah kemudian menjadi sangat bisa diterima jika perempuan perlu memanfaatkan media massa untuk memperdengarkan suara dan pengala-mannya dan sekaligus menampilkan wajah perem-puan yang lebih representatif.
Mengapa media massa menjadi sebuah sasaran strategis bagi alat untuk menyuarakan identitas, keterwakilan dan kepentingan perem-puan? Hal ini dikarenakan karakter dan peran media  massa yang khas. Dalam tulisannya, Adriana Venny mengatakan bahwa sejalan dengan perannya sebagai media sumber informasi, pen-didikan, dan hiburan, media massa juga memain-kan peranan penting dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi (2005). Ia mencontohkan keberhasilan program pemerintah masa Orde Baru yang membentuk “Kelom-pencapir” (Kelompok Pendengar, Pembaca, dan Pemirsa) ketika mensosialisasikan program-pro-gram pertaniannya.
Organisasi-organisasi non-pemerintah (ornop-ornop) yang memperjuangkan hak perem-puan menyadari bahwa mereka harus memiliki media sendiri untuk menyebarluaskan gagasan tentang kesetaraan dan keadilan gender. Media juga mereka perlukan untuk melakukan advokasi terhadap kebijakan-kebijakan dan menggalang kesatuan untuk melakukan perubahan. Venny (2005) mencatatkan beberapa ornop perempuan yang memiliki media sendiri untuk tujuan-tujuan meningkatkan partisipasi dan akses perempuan melalui media dan teknologi komunikasi. Yayasan Jurnal Perempuan (YJP) menggunakan media cetak berupa jurnal, website, dan radio dengan memproduksi program acara radio yang memuat isu-isu perempuan dan disiarkan oleh 167 stasiun radio. Selain itu YJP juga membuat film dokumenter tentang perempuan di wilayah konflik dan perdagangan perempuan. Selain itu, banyak ornop-ornop perempuan yang memiliki dan menggunakan media newsletter sendiri untuk menyebarluaskan kesadaran dan isu-isu gender.
Meski ornop-ornop perempuan itu telah begitu baik memanfaatkan industri media untuk menjalankan peran mereka, Venny memberikan catatan pula bahwa nyaris tidak ada dukungan dari pemerintah, industri iklan dan para pembuat kebijakan dalam industri media atas apa yang mereka lakukan. Tidak heran jika upaya gender mainstreaming atau pengarusutamaan gender masih memiliki kendala hingga kini. Karenanya, diper-lukan sebuah media alternatif yang luas jang-kauannya dan mampu membawa pada peru-bahan.
Referensi:
Amiruddin, Mariana,  (Ed), ”Mendengarkan perempuan”, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta, 2004.
Andy, Yetriani, dan Lisa Bona (Ed.),  ”Diskusi radio jurnal perempuan: suara demokrasi, budaya, dan hak-hak perempuan”, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta, 1999.
Eriyanto, ”Analisis framing: konstruksi, ideologi, dan politik media”, LkiS, Yogyakarta, 2002.
http://www.lbh-apik.or.id/fac-25.htm, diakses pada tanggal 31 Oktober 2006.
Irigaray, Luce, ”Aku, kamu, kita: belajar berbeda”, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2005.
Jurnal Perempuan, ”Perempuan dan media”, No. 28, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta, 2003.
Kusumaningrum, Ade, ”Radio, media alternatif suara perempuan?”, Dalam Jurnal perempuan. No. 28, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta, 2003.
Leclerc, Annie, ”Kalau perempuan angkat bicara”, Kanisius, Yogyakarta, 2000.
Santi, Budie, (Ed), ”Perempuan bertutur: Sebuah Wacana Keadilan Gender dalam Radio Jurnal Perempuan”, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta, 2003.
Venny, Adriana, Dalam Titi Sumbung (Ed.), ”NGO report on the implementation of beijing platform for action 1995 – 2005: Country Indonesia”, Indonesian NGO Forum on BPFA + 10, Jakarta, 2005.

kata kunci : universitasjurnalistik

More Article Di Sini